Beranda | Artikel
Hukum Memajang Gambar Kubur Nabi Di Masjid
Jumat, 24 Juni 2016

HUKUM MEMAJANG GAMBAR KUBUR NABI DI MASJID

Oleh
Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmu Dan Fatwa

Segala puji bagi Allah Subhanahuwata’alla, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada rasul-Nya dan keluarganya. Wa ba’du:

Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmu Dan Fatwa telah mempelajari surat Ma’ali Menteri Kehakiman yang dikirim kepadanya, dari sekretaris jenderal Lembaga Ulama Besar no. 1437 pada tanggal 17/8/1392 H. Yang mengandung surat pimpinan Lembaga Kebudayaan di Seilan tentang perbuatan sebagian orang yang shalat di Masjid al-Hanafi  di Kolombo: bahwa mereka berdiri di sisi kanan masjid dan di hadapan mereka ada gambar kubur Rasulullah Salallhu’alaihi wassalam lalu membaca shalawat kepadanya. Pimpinan yayasan kebudayaan di sana meminta penjelasan fatwa syar’i dalam masalah ini dan ingin mengetahui hukumnya.

Setelah mempelajari pertanyaan tersebut, Lajnah Daimah memberi jawaban sebagai berikut:

Sesungguhnya memasukkan gambar kubur Nabi Muhammad Salallhu’alaihi wassalam di dalammasjid manapun adalah bid’ah mungkar. Hadir di sisinya dan berdiri di hadapannya adalah termasuuk bid’ah mungkar juga. Menggiring manusia kepada sikap ghuluw mereka terhadap orang-orang shalih, menjerumuskan mereka pada bid’ah yang melewati batas dalam mengagungkan para nabi dan rasul. Nabi Muhammad Salallhu’alaihi wassalam melarang sikap ghuluw dalam agama:

قال رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( إِيَّاكُمْ وَاْلغُلُوَّ فِى الدِّيْنِ, فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِى الصَّالِحِيْنَ)

Rasulullah Salallhu’alaihi wassalam bersabda: “Jauhilah sikap ghuluw dalam agama, sesungguhnya binasa umat sebelum kamu karena sikap ghuluw terhadap orang-orang shalih.”[1]

Perbuatan ini tidak pernah ada di masa sahabat dan generasi setelah mereka yang merupakan abad terbaik, padahal mereka terpisah di berbagai wilayah dan jauh dari kota Madinah Munawarah. Padahal mereka jauh lebih besar cintanya kepada Rasulullah Salallhu’alaihi wassalam, lebih menghormati, lebih bersemangat atas kebaikan, dan lebih taat terhadap agama. Jikalau perbuatan ini disyari’atkan tentu mereka tidak meninggalkan dan melalaikannya. Bahkan perbuatan itu merupakan sarana menuju syirik besar, kita berlindung kepada Allah Subhanahuwata’alla. Karena itulah mereka menjauhinya dan menjaga diri mereka dari terjerumus kedalamnya. Maka kita semua –wahai kaum muslimin- harus berdiri mengikuti mereka dan menelusuri jalan mereka. Sesungguhnya kebaikan dalam mengikuti orang terdahulu (salafus shalih) dan keburukan dalam bid’ah kaum khalaf.

Diriwayatkan dalam hadits shahih tentang peringatan Nabi Muhammad Salallhu’alaihi wassalam dari menjadikan kubur sebagai masjid, yaitu dengan membangun di atasnya, atau shalat di atasnya, atau mayat dikuburkan di dalamnya karena khawatir dari sikap ghuluw pada orang-orang shalih dan melewati batas dalam menghormati mereka. Hal itu bisa membawa mereka (manusia) berdoa kepada mereka (nabi, orang shalih) tanpa berdoa kepada Allah Subhanahuwata’alla dan meminta tolong kepada mereka dalam kesusahan. Nabi Muhammad Salallhu’alaihi wassalam berdoa kepada Rabb-nya agar kuburnya jangan dijadikan berhala yang disembah. Beliau mengutuk bangsa Yahudi dan Nashrani karena mereka menjadikan kubur para nabi dan orang shalih sebagai masjid, sebagai peringatan bagi kaum muslimin agar jangan melakukan perbuatan seperti perbuatan mereka, maka mereka (kaum muslimin) terjerumus seperti mereka (yahudi dan nashrani) telah terjerumus dalam perbuatan bid’ah dan penyembahan terhadap patung.

Sesungguhnya gambar makam orang-orang shalih di masjid, atau menggantungnya di dindingnya, atau membuat makam orang-orang shalih di dalamnya termasuk hukum menguburkan mereka di masjid atau membangunnya di atas kubur mereka. Semuanya merupakan sarana kepada paganisme kaum jahiliyah dan menggiring kepada penyembahan kepada selain Allah Subhanahuwata’alla. Dan segala sarana keburukan termasuk yang wajib bagi kaum muslimin untuk menutup pintunya, karena menjaga akidah tauhid dan memelihara mereka dari terjerumus dalam lobang kesesatan.

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan: bahwa Ummu Salamah dan Ummu Habibah radhiyallahu ‘anhuma menyebutkan kepada Rasulullah Salallhu’alaihi wassalam tentang gereja yang mereka lihat di negeri Habasyah (Etiopia) dan gambar yang ada di dalamnya, beliau berkata:

قال رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (أُولئِكَ إِذَا كَانَ فِيْهِمِْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوْا فِيْهِ تِلْكَ الصُّوَرَ, أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللهِ. )

Rasulullah Salallhu’alaihi wassalam bersabda: “Mereka itulah yang apabila ada orang shalih di kalangan mereka, lalu ia wafat, mereka membangun  masjid di atas kuburnya dan menggambar padanya gambar-gambar tersebut, mereka itulah sejahat-jahat makhluk di sisi Allah Subhanahuwata’alla.[2]

Dan dalam riwayat keduanya, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Tatkala diturunkan (wahyu) kepada Rasulullah Salallhu’alaihi wassalam, beliau melemparkan pakaiannya di wajahnya, apabila sudah selesai, beliau  membuka wajahnya seraya bersabda:

قال رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الْيَهُوْدِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ, يُحَذِّرُ مِثْلَ مَا صَنَعُوْا)

Rasulullah Salallhu’alaihi wassalam: ‘Kutukan Allah Subhanahuwata’alla kepada kaum Yahudi dan Nashrani, mereka menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid,’ beliau memperingatkan seperti perbuatan mereka.[3]

Kalau bukan karena itu niscaya kubur beliau ditinggikan, namun dikhawatirkan akan dijadikan masjid. Dan dalam Shahih Muslim:

قال رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوْا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ, أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوْا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ, إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذلِكَ )

Rasulullah Salallhu’alaihi wassalam bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya generasi sebelum kamu telah menjadikan kubur nabi-nabi dan orang-orang shalih dari mereka sebagai masjid. Ketahuilah, maka janganlah kamu menjadikan kubur sebagai masjid, sesungguhnya aku melarang kamu dari hal itu.”[4]

Imam Malik rahimahullah meriwayatkan dalam Muwaththa`, bahwa:

قال رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (اللهم لاَتَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا يُعْبَدُ, اشْتَدَّ غَضَبُ اللهِ عَلَى قَوْمٍ اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ)

Rasulullah Salallhu’alaihi wassalam bersabda: ‘Ya Allah, janganlah engkau jadikan kuburku sebagai berhala yang disembah, sangat besar kemurkaan Allah Subhanahuwata’alla kepada kaum yang menjadikan kubur nabi-nabi dari mereka sebagai masjid.”[5]

Abu Daud meriwayatkan dalam sunannya, dari Abu Hurairah Radiyallahu’anha bahwa Rasulullah Salallhu’alaihi wassalam bersabda:

قال رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (لاَتَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا وَلاَتَجْعَلُوْا قَبْرِي عِيْدًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ)

Rasulullah Salallhu’alaihi wassalam bersabda: “Janganlah kamu menjadikan rumah-rumah kamu seperti kuburan dan janganlah kamu menjadikan kuburku sebagai ied, sesungguhnya shalawatmu sampai kepadaku di manapun kamu berada.”[6]

Beliau menyuruh membaca shalawat kepadanya di manapun kita berada dan mengabarkan bahwa shalawat kita sampai kepada beliau di manapun kita berada saat membaca shalawat kepada beliau. Tanpa harus ada kubur beliau  di depan kita atau gambar kubur beliau. Membuat gambar tersebut atau meletakannya di dalam masjid termasuk jenis bid’ah munkar yang bisa membawa kepada syirik, semoga Allah Subhanahuwata’alla melindungi kita. Para ulama wajib mengingkari hal itu terhadap pelakunya dan juga para pemerintah harus menghilangkan gambar-gambar kubur dari masjid-masjid, untuk menghilangkan fitnah dan menjaga tauhid.

Semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

[Disalin dari حكم اتخاذ صورة للقبر النبوي في المسجد Penulis Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmu Dan Fatwa, Penerjemah Muhammad Iqbal A. Gazali, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2011 – 1432]
______
Footnote
[1]  HR. Ahmad 1/215, Ibnu Majah 3029, an-Nasa`i 3057, Ibnu Abi Syaibah 13909, Ibnu Khuzaimah 2867, Ibnu Hibban 3871, al-Hakim 1/466 (1711) ia menshahihkannya dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
[2]  HR. Al-Bukhari 427 dan Muslim 528.
[3]  HR. Al-Bukhari 435 dan Muslim 531.
[4]  HR. Muslim 532.
[5]  Malik meriwayatkannya dalam Muwaththa` secara mursal 1/172 (416), Ibnu Abi Syaibah 7544, 11819, Abdurrazzaq dalam Mushannaf 1587 dan Ahmad meriwayatkan secara maushul dari hadits Abu Hurairah t (2/246)
[6]  HR. Abu Daud 2042, Ahmad 2/367, ath-Thabrani dalam Ausath 8030 dan dalam bab ini juga ada hadits dari Ali t, dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud 1796.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/5238-bolehkah-zakat-untuk-pembangunan-masjid.html